Sabtu, 22 Juni 2024

Bantuan Memiskinkan?


Oleh Syamsul Maarif

Sekian tahun kebelakang hingga sekarang ini, Petani yang punya sawah sudah lama kesulitan mencari tenaga kerja yang mau bekerja di sawah. Puncak kesulitan mencari tenaga kerja sejak adanya bantuan langsung tunai (BLT).

Sawah yang berada dipinggiran jalan kemudian banyak yang dijual, dikavling-kavling, dibangun rumah.

Sawah yang jauh dari jalan tidak tergarap karena 1) kesulitan mencari tenaga kerjanya, 2) kesulitan mendapatkan air. 3) kesulitan mendapatkan pupuk, kalaupun ada harganya mahal.

KIta simak bersama-sama, khususnya di daerah yang terkenal penghasil Beras wangi, yaitu Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes.

Nama Sirampog sendiri konon diambil dari kata Siram, dan Pog. Siram artinya "mengguyur" dan Pog artinya "menyeluruh dari hulu hingga hilir". Hal ini dikarenakan di setiap desa yg berada di wilayah kecamatan Sirampog mempunyai mata air. Akan tetapi sekarang mata airnya sudah banyak yang sudah mati, kalaupun masih ada, debet airnya kecil, yang debit airnya besar disalutkan untuk PDAM.

Dulu Kecamatan Sirampog terkenal penghasil beras seperti beras ketan, beras rajalele, beras pusaka, beras hitam, dll.

Sekarang jarang bahkan hampir langka orang menanam rajalele dan pusaka, krn masa tanamnya lama bisa sampai 4-6 bulanan.

Petani lebih memilih tanam beras jenis Ir 64, ir32, pandanwangi, dll yg masa tanamnya 3-4 bulanan.

Berharap setahun minim bisa panen 2 kali, kalo lagi mujur panen bisa 3 kali.

Akhir-akhir ini, petani jarang ada yang tanam, meski masih ada beberapa dari mereka yang tanam kendati kesulitan tenaga kerja, pupuk dan air, hama dan tikus juga menjadi persoalan mendasar mereka. Padi mereka sering ludes kena serangan hama dan tikus.

Anomalinya, Dalam kondisi seperti pemerintah menaikkan harga BBM, pajak bumi dan bangunan dan tak terbendung pula harga sembako naik.

Alih-alih masyarakat terjerat hipnotis subsidi hingga bantuan uang tunai.

Bukankah bantuan uang ke masyarakat seperti itu mengakibatkan masyarakat malas bekerja.

Mari kita hitung bantuan uang yang pertiga bulan dibagikan ke warga. Contoh kecamatan Sirampog saja, ada sekitar 7 ribu penerima PKH kalau dibikin rata-rata sekitar 1 juta per penerima berararti 7.000 x 1.000.000 = 7.000.000.000,-

Kalau dikali 1 tahun brarti tinggal 7 Milyar dikali 4 sama dengan 28 milyar, dikali 5 tahun sama dengan 140 Milyar.

Anggaran sebesar ini kalau saja dibuatkan pabrik, yang disesuaikan dengan potensi daerah yang ada, maka akan mampu menampung kurang lebih 8 ribu tenaga kerja yang berpenghasilan sesuai upah minimum kabupaten, setidaknya 1,8 jutaan / bulan sebagaimana UMK Brebes.

Njomplang bukan, dengan bantuan uang tunai yang hanya sekitar 300rban / bulan?

Ironisnya lagi, perusahaan yang muncul dari justru perusahaan asing. Semisal perusahaan manufaktur yang ada di kawasan Induatri Brebes dan Tegal, perusahaan mampu menampung karyawan kisaran 4 ribu hingga 12 ribu.

Kalau saja dibuatkan perusahaan disetiap kecamatan tentu hal ini jauh lebih baik ketimbang masyarakat diberi uang. 

Tidak sedikit pemerhati menilai dan meyakini bahwa masyarakat lebih baik diberi kail ketimbang diberi ikan yang maksudnya lebih baik mereka diberi pekerjaan ketimbang diberi uang langsung. Sehingga masyarakat tidak bermental pengemis, dan etos kerja masyarakat akan jauh lebih baik.

Ini bantuan kok sepertinya malah memgabadikan kemiskinan masyarakat yah?

Wallahu a'lam bissowab.

Comments :

0 komentar to “Bantuan Memiskinkan?”

Posting Komentar

Syamsul Maarif

Syamsul Maarif
Seminar Pendidikan

Pelanggan

Kontak

Bagi yang mau kirim tulisan, kritik, saran atau pasang iklan silahkan email ke via e-mail: syamsulm77@gmail.com
Kontak: Syamsul Maarif, tinggal: dk Sanjaya, Manggis, Sirampog, Brebes.
BlogCatalog Blog Directory

  © Blogger template syamsul by endiananews.com 2011

Back to TOP