Senin, 11 September 2023

"Awas Sesat Fikir!

Oleh Syamsul Maarif, M.Pd

Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.
Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membenturi meja-meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan. ...
Sajakku,
pamflet masa darurat.
Apalah artinya renda-renda kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apalah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.
(Sajak Sebatang Lisong; WS Rendra)

Di tengah perpecahan politik, sosial dan budaya, yang terjadi saat ini, mungkin dorongan dekonstruktivisme sudah kurang greget lagi. Kita sama-sama melihat fenomena terjadinya peningkatan konsumerisme, narsisme, dan digitalisme, sudahkah kita mendekonstruksi hingga menjadi tidak ada artinya? 

Mungkin sekaranglah waktunya untuk berhenti memilah-milah. Barangkali sekaranglah saatnya untuk merekonstruksi dan menemukan kembali seni bertutur, sambil mengajukan pertanyaan: pernyataan siapa yang kita dengar, untuk siapa dan bagaimana cara menyampaikannya?

John Dewey mengemukakan bahwa pendidikan adalah rantai konstruksi, rekonstruksi, dan dekonstruksi yang berkelanjutan. Dia menulis dan memberi ceramah tentang rekonstruksi demokrasi Amerika untuk partisipasi warga negara yang lebih besar. 

Dalam pandangannya, sebagai Pembelajar kita dituntut untuk mengkonstruksi, merekonstruksi, dan mendekonstruksi pandangan kita, bahasa yang kita gunakan, teks dari media-media yang kita baca atau gambar yang kita lihat di media online (youtube, tik tok, dll). Semua itu dijadikan bahan pembelajaran dan penting sekali untuk dicerna kembali lebih mendalam, bukan ditelan mentah-mentah tanpa swasensorship objektif komparatif. 

Kita semestinya menyadari bahwa era online ini semuanya mudah dan terbuka menghegemoni alam pikir bahkan bawah sadar kita, untuk mengamini, bersepakat atau tidak bersepakat dengan narasi-narasi yang mengemuka di berbagai media.

Kita semua makhluk yang berfikir, para filsup, pendidik dan intelektual perlu mengambil langkah maju dan mendorong perubahan demokratis di semua bidang kehidupan dengan cukup berhati-hati dalam berkesimpulan, sudah semestinya memahami teks dan kontek wacana yang berkembang di media, agar tidak terjerumus dalam kesesatan berfikir dan kekerasan arogansi tindakan.

Maka marilah kita bijak dalam memahami pemahaman (understand of understanding) agar menghasilkan pemahaman yang lebih bermutu (mutual understanding). Sehingga pernyataan pernyataan kita objektif menilai dan tidak sinis, menjudmen bahkan menimbulkan perpecahan masyarakat yang masih banyak bersumbu pendek, lemah referensi, malas berfikir dan mudah terprovokasi.

Cukuplah sudah peristiwa holokus terjadi di tahun 1965-1966, yang telah memakan korban beribu bahkan berjuta nyawa melayang dengan cara-cara yang keji dan biadab. Apakah kita belum trauma, atau memang kita lupa?

Comments :

0 komentar to “ "Awas Sesat Fikir!”

Posting Komentar

Syamsul Maarif

Syamsul Maarif
Seminar Pendidikan

Pelanggan

Kontak

Bagi yang mau kirim tulisan, kritik, saran atau pasang iklan silahkan email ke via e-mail: syamsulm77@gmail.com
Kontak: Syamsul Maarif, tinggal: dk Sanjaya, Manggis, Sirampog, Brebes.
BlogCatalog Blog Directory

  © Blogger template syamsul by endiananews.com 2011

Back to TOP